Mahasiswa UNIMED Teliti “Nande-Nande Perengge-Rengge” Kegigihan Wanita Karo sebagai Role Model
Mahasiswa Universitas Negeri Medan (UNIMED) melaksanakan riset dengan Judul Nande-Nande Perengge-Rengge: Konstruksi Role Model Penempatan Perempuan Pada Ruang Publik di Kota Medan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Riset Humaniora Tahun 2022. Tim Peneliti adalah Dita Aulia Putri (Ketua, Jurusan Pendidikan Sejarah), Ardiansyah (Anggota 1, Jurusan Pendidikan Geografi), Nur Aisyah Nasution (Anggota 2, Jurusan Pendidikan Antropologi). Khalishatun Zahra (Anggota 3, Jurusan Pendidikan Sejarah), dan Rizky Wahyudi (Anggota 4, Jurusan Sejarah) Bersama dosen pendamping Apriani Harahap, M.A.
Sistem kekerabatan etnik Karo cenderung menempatkan perempuan dalam posisi dibawah laki-laki atau perempuan berada di strata kedua setelah laki-laki. Masyarakat Karo selalu memposisikan laki-laki dengan kalimbubu dimana kedudukan kalimbubu sebagai pihak yang sangat dihormati, dan seringkali pula diidentikkan dengan Dibata Siniidah (Tuhan yang nampak) (Perangin-angin: 2009). Padahal dalam kajian literatur perempuan Karo merupakan aktor dalam pemenuhan kehidupan atau sumber pendapatan keluarga dan memikul tanggung jawab untuk pekerjaan pertanian dan rumah tangga adalah perempuan (Klenke, 2011). Perempuan Karo lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja keras dan mengurus kehidupan rumah tangga sedangkan laki-laki banyak menghabiskan waktunya di kedai tuak.
Nande-nande Perengge-rengge dalam penelitian ini adalah perempuan Karo yang bekerja sebagai pedagang eceran sayur-mayur di Pasar Raya Medan Metropolitan Trade Centre (MMTC) di Kota Medan. Mereka bekerja menjajaki dagangan sayur-mayur biasanya kol, wortel, sawi, tomat, cabe, bawang dan lain-lain dari dini hari sampai larut malam. Modal kerja keras, kemauan tinggi, dan mengandalkan modal ekonomi dan sosial terbatas, pendidikan dan pengalaman yang kurang memadai mereka mampu membangun usahanya mulai dari bawah sampai keberhasilan ditangan mereka. Mereka bukan perempuan biasa yang hanya bisa berpangku tangan mengharap uang dari suaminya, bukan hanya mengurusi urusan domestik dapur, sumur, Kasur (3R) melainkan mereka bekerja keras siang dan malam di ruang publik demi pemenuhan kebutuhan keluarga: sandang, papan, pangan dan pendidikan anak-anak mereka melainkan memposisikan kembali posisi perempuan yang terisolir “ketidakadilan gender” dalam kungkungan budaya Karo yang patrineal. Keberhasilan Nande-nande Perengge-rengge di ruang publik membuktikan bahwa posisi perempuan setara dengan laki-laki (bahkan lebih tinggi) secara sosial dan ekonomi dimata masyarakat yang semakin modern.
Dari penelitian yang telah di lakukan oleh Tim, Dita Aulia Putri, menjelaskan bahwa Nande – nande Parengge – rengge sangat memiliki kontribusi dalam pemenuhan kehidupan ekonomi keluarga. Mereka menjadi tulang punggung/sumber pendapatan keluarga dan pencari nafkah. Misalanya informan penelitian yaitu bik Untung Br Ginting yang saat ini menjadi pencari nafkah tunggal dari keluarganya. Dari hasil dagangannya Bik Untung bisa menghasilkan uang 30 juta/bulan, dari uang tersebut bik Untung bisa membiayai kebutuhan keluarga sehari-hari, biaya pendidikan anaknya yang sedang berkuliah, gaji pegawainya, dan pengeluaran rutin saat dia berdagang. Semua urusan domestik keluarga dan kehidupan di pasar Bik Untung yang menanggung semua keperluan kehidupan ekonomi keluarga.
Apriani Harahap, M.A selaku dosen pembimbing menjelaskan bahwa budaya pekerja keras yang terus dibawa dari kecil sampai menjadi “Nande-nande Perengge-rengge” seperti Bik Untung Br Ginting merupakan indikator kunci keberhasilan dan kesuksesan perempuan Karo di ruang publik, indikator budaya pekerja keras inilah yang bisa diterapkan atau dijadikan role model bagi perempuan lain.