Tim PKM RSH FIS Unimed Kaji Lubuk Larangan Melalui Analisis Pendekatan Kultural dan Spasial dalam Upaya Mitigasi Bencana Banjir
Sungai Bahorok memiliki daya tarik wisata karena pesona di sekelilingnya yang asri, sehingga menjadi tujuan para wisatawan. Namun, Sungai Bahorok juga berpotensi mengalami bencana alam, seperti banjir bah dan longsor yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitarnya. Beranjak dari hal tersebut, bencana alam seperti banjir menjadi hal yang akan memiliki dampak krusial bagi keberlangsungan pariwisata di Kecamatan Bahorok.
Upaya mitigasi bencana banjir pada Kawasan Wisata Berkelanjutan seperti di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok penting dilakukan, baik secara struktural maupun non struktural. Riset Ginting dan Putra (2019) merekomendasikan perlunya ada upaya mitigasi struktural berupa penguatan struktur bendungan, perbaikan terhadap pintu kanal yang rusak, dan perencanaan tembok penahan banjir di sepanjang sempandan sungai. Sedangkan untuk mitigasi bencana non struktural diperlukan perencanaan penyusunan peraturan penggunaan lahan dalam mendirikan bangunan, pengawasan penebangan hutan, dan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak bahaya banjir. Sehubungan dengan hal tersebut, terfokus pada mitigasi bencana non struktural juga termasuk di dalamnya perlunya upaya pemeliharaan kawasan dari sampah-sampah yang dimungkinkan menjadi salah satu penyebab banjir dan pemeliharaan ekosistem sungai. Oleh karena itu, masyarakat melakukan upaya untuk mencegah banjir, termasuk dengan adanya keterlibatan budaya masyarakat setempat, yakni lubuk larangan.
Lubuk larangan merupakan salah satu pencegahan non struktural yang dilakukan melalui pendekatan budaya terkait larangan merusak ekosistem sungai, seperti mengambil ikan di luar masa panen yang telah ditentukan, meracun, menyetrum, dan membuang sampah pada sepanjang area sungai tertentu. Upaya adaptasi kearifan lokal ini dibentuk oleh Masyarakat Peduli Sungai Bahorok dan dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata Bukit Lawang. Selain itu, pengelolaan lubuk larangan juga melibatkan tiga desa yakni Desa Perkebunan Bukit Lawang, Desa Sampe Raya dan Desa Timbang Jaya yang menyetujui peraturan, sanksi, dan perjanjian yang apabila dilanggar, maka harus membeli 40 karung semen untuk ketiga desa dan 2000 bibit ikan untuk ditebar di area sungai.
Untuk menemukan lebih jauh peran lubuk larangan dalam upaya mitigasi bencana banjir, riset ini akan dikaji secara mendalam dalam dua disiplin ilmu sosial yakni antropologi dan geografi yang dijalankan oleh 5 orang mahasiswa dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Tahun 2024, diantaranya William Jordan Nainggolan (Pendidikan Antropologi 2022), Riri Putri Siwi (Pendidikan Antropologi 2022), Rifki Faturahman (Pendidikan Geografi 2021), Alya Zhafirah (Pendidikan Antropologi 2023), dan Putri Yola Tarigan (Pendidikan Antropologi 2021), serta didampingi oleh dosen pendamping Ayu Febryani, S.Pd., M.Si.
Secara detail, riset ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi lubuk larangan sebagai upaya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Bahorok, menganalisis faktor-faktor spasial yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan strategi mitigasi bencana banjir di Kecamatan Bahorok, dan menganalisis pendekatan kultural dan spasial bermuatan kesadaran budaya yang dapat diterapkan pada lubuk larangan dalam upaya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Bahorok. Melalui riset ini diharapkan dapat berkontribusi dalam hubungannya dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) ke-9 yakni melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air.(Humas Unimed)